بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله , أما بعد
? PENDAHULUAN
Para ikhwah yang dirahmati dan dimuliakan oleh Allah Ta’ala ..
Dalam pelajaran ilmu fiqh ibadah, kita mengetahui bahwa wudhu’ yang ia merupakan kunci sahnya sholat, memiliki pembatal-pembatal yang mana apabila pembatal itu terjadi pada diri seseorang maka batallah wudhu’nya, seperti buang angin, tidur nyenyak yang menghilangkan kesadaran, dan lain-lain sehingga mengharuskan seseorang itu memperbarui lagi wudhu’nya dan mengulang sholatnya.
Begitu juga dalam pelajaran ilmu aqidah, terdapat pelajaran tentang perkara-perkara yang bisa membatalkan keislaman seseorang, dimana jika terjadi hal itu pada diri seseorang maka terancam batal keislamannya. Bahkan pembatal-pembatal keislaman ini –yang dikenal dengan istilah “nawaqidhul islam”- jumlahnya lebih banyak daripada pembatal wudhu’. Diantaranya adalah, melakukan perbuatan syirik, melakukan sihir, memperolok-olok dan menghina Allah atau rasul atau ayat-ayatNya.
Adapun fokus pembahasan kita disini adalah terkait dengan hukum istihzaa-u bid diin (memperolok-olok agama Allah). Istihza’ menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah adalah :
السخرية؛ وهو حمل الأقوال والأفعال على الهزل واللعب لا على الجد والحقيقة، فالذي يسخر بالناس هو الذي يذم صفاتهم وأفعالهم ذمًّا يخرجها عن درجة الاعتبار
“Berolok-olok yaitu membawakan maksud dari sebuah perkataan atau perbuatan kepada maksud gurauan dan main-main bukan maksud serius dan sebenarnya. Sementara orang yang dikatakan memperolok orang lain adalah orang yang mencela shifat dan perbuatan orang lain dengan sebuah celaan yang mengeluarkan sifat dan perbuatan orang lain itu dari derajat kepantasan”
Maka dari definisi diatas diketahui bahwa istihza’ didalamnya terdapat beberapa unsur :
- Maksudnya bergurau dan main-main, tidak serius dan tidak sebenarnya* (dan biasanya terkait dengan tujuan agar orang lain tertawa)
- Adanya unsur celaan baik yang terkait dengan sifat maupun perbuatan orang lain
- Celaan itu mengeluarkan sifat dan perbuatan orang lain yang dicela itu dari wilayah nilai kepatutan dan kepantasan, dimana berarti orang yang dicela akan merasa terhina dengan itu.
Seperti menyebutkan shifat fisik seseorang lalu menyamakan dengan sifat fisik hewan, seperti ungkapan “ yang berjenggot sama kayak kambing” dll.
? MAKNA ISTIHZAA-U BID DIIN
Para ulama mendefinisikan tentang hal ini diantaranya dengan ungkapan :
الاستهزاء بالدين يشمل كلَّ قولٍ أو فعلٍ ، يدل على الطعن في الدين ، والتنقص منه ، والاستخفاف به
“Memperolok-olok agama yang dimaksud adalah mencakup setiap perkataan dan perbuatan yang menunjukkan celaan, penghinaan atau merendahkan sesuatu dari agama Allah”
? HUKUM MEMPEROLOK-OLOK SESUATU DARI AGAMA ALLAH
Adapun yang terkait dengan hukum memperolok-olok agama, baik terkait dengan Allah , ayat-ayatNya dan rasul-Nya maka jelas ini merupakan sebuah kekufuran dimana pelakunya terancam murtad dan keluar dari wilayah Islam.
Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ * لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan RasulNya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu telah kafir sesudah beriman”
At Taubah : 65-66
Berdasarkan sebab turunnya ayat ini sebagaimana disebutkan dalam sebagian kitab-kitab tafsir dimana ada sekelompok orang dalam peperangan Tabuk yang berolok-olok dan menjadikan nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabat beliau radhiyallahu ‘anhum sebagai sasaran olok-olokan mereka dimana mereka berkata :
مَا رَأَيْنَا مِثْلَ قُرَّائِنَا هَؤُلاءِ لا أَرْغَبَ بُطُونًا ، وَلا أَكْذَبَ أَلْسِنَةً ، وَلا أَجْبَنَ عِنْدَ اللِّقَاء
“Belum pernah kami melihat seperti para ahli baca Al Qur`an ini, orang yang lebih buncit perutnya, lebih dusta lisannya dan lebih pengecut dalam peperangan”
Maka Allah turunkan ayat ini sebagai penjelasan tercelanya perbuatan mereka dan bahwa mereka telah jatuh kedalam kekufuran dan tidak diterimanya uzur mereka dalam berolok-olok tersebut.
? PERKATAAN ULAMA TERKAIT DENGAN HUKUM BAGI ORANG YANG MEMPEROLOK-OLOK SESUATU DARI AGAMA ALLAH
Para pembaca, ikhwatal iman yang dirahmati Allah Ta’ala ..
- Berkata Imam Ibnu Hazm rahimahullah
صَحَّ بِالنَّصِّ أَن كل من اسْتَهْزَأَ بِاللَّه تَعَالَى ، أَو بِملك من الْمَلَائِكَة ، أَو بِنَبِي من الْأَنْبِيَاء عَلَيْهِم السَّلَام ، أَو بِآيَة من الْقُرْآن ، أَو بفريضة من فَرَائض الدّين بعد بُلُوغ الْحجَّة إِلَيْهِ ، فَهُوَ كَافِر
“Telah sah berdasarkan nash bahwa (hukum) bagi setiap orang yang memperolok-olok Allah Ta’ala atau salah satu malaikat, atau salah seorang dari para nabi ‘alaihimus salaam, atau salah satu ayat Al-Qur’an atau salah satu dari kewajiban yang ada dalam agama setelah sampai hujjah kepadanya maka ia kafir”
Al Fashlu fil Milal wan Nihal 3/142
- Berkata syaikh Sulaiman Alu Syaikh rahimahullah :
من استهزأ بالله ، أو بكتابه ، أو برسوله ، أو بدينه : كفر ، ولو لم يقصد حقيقة الاستهزاء ، إجماعاً
“ Siapa yang yang memperolok-olok Allah atau Kitab-Nya atau rasul-Nya atau agama-Nya maka ia telah kafir berdasarkan ijma’ meskipun ia tidak bermaksud sebenarnya”
Taisiiril ‘Azizil Hamid hal.617
? YANG DIBERI UZUR DALAM MASALAH INI
Terkait dengan hukum mengucapkan kata-kata yang mengandung kekufuran, maka hanya diberi uzur pada dua keadaan :
PERTAMA : Keadaan terseleo lidah seseorang dalam berucap, padahal bukan itu yang ia maksud dan yang ingin ia ucapkan.
Dalilnya adalah hadits dalam Shahih Muslim tentang seorang laki-laki yang mendapatkan kembali kendaraan dan perbekalannya yang hilang setelah ia bersusah payah mencarinya bahkan ia telah putus asa untuk menemukan kembali kendaraanya yang hilang itu, saking ia gembiranya sampai lidahnya tersalah dan keseleo berucap hingga ia mengatakan :
اللَّهُمَّ أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ
“Ya Allah Engkaulah hambaku dan aku adalah rabb-Mu”
Shahih Muslim : 2747
KEDUA : Keadaan dharurat yakni berada dibawah ancaman dan intimidasi, maka ia terpaksa mengucapkannya namun hatinya tetap dalam keimanan.
Dalilnya adalah :
مَنْ كَفَرَ بِاللَّهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ وَلَٰكِنْ مَنْ شَرَحَ بِالْكُفْرِ صَدْرًا فَعَلَيْهِمْ غَضَبٌ مِنَ اللَّهِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Barangsiapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar.”
Surat An-Nahl 106
Adapun orang yang mempunyai pilihan dan kebebasan dalam bersikap dan berkata namun sengaja dan sadar memilih ungkapan yang buruk yang mengandung kekufuran meskipun dengan alasan main-main, bercanda, atau membuat orang tertawa maka tidak diterima alasan dan uzurnya sebagaimana tidak diterima uzurnya orang-orang yang memperolok-olok nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat radhiyallau ‘anhum dalam peperangan Tabuk.
Bahkan yang paling buruk adalah berolok-olok dalam berdakwah hingga terjatuh dalam istihzaa-u bid diin, maka tidak ia mendapatkan pembenaran dan tidak diterima uzur dan alasannya meskipun dengan maksud agar penyampaian dakwahnya lebih dipahami.
Mungkinkah mendakwahkan agama Allah dengan cara memperolok-olok sesuatu dari agama Allah itu sendiri..?!
Tentu tidak.. !
Karena itu ketahuilah bahwa menghormati dan memuliakan rasul dan keluarga beliau serta para shahabat beliau adalah diantara bagian yang terpenting bahkan merupakan ushul dalam agama ini.
Karena itulah memperolok-olok Allah, ayat-ayatNya dan rasul-Nya merupakan perbuatan yang bisa membatalkan keislaman seseorang. Semoga Allah melindungi kita dari perbuatan ini.
? CONTOH ISTIHZAA-U BID DIIN DALAM AL-QUR’AN
Termasuk kedalam makna Istihza’ ini setiap sesuatu yang dipahami oleh orang lain sebagai sebuah bentuk perendahan dan penghinaan kepada sesuatu dari agama Allah, bahkan termasuk disini meskipun hanya dengan isyarat, sebagaimana perbuatan orang-orang kafir :
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا يَضْحَكُونَ * وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ * وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَىٰ أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ * وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَٰؤُلَاءِ لَضَالُّونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang dahulu menertawakan orang-orang yang beriman.
Dan apabila mereka (orang-orang yang beriman) melintas di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya,
Dan apabila kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira ria._
Dan apabila mereka melihat (orang-orang mukmin), mereka mengatakan, “Sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang sesat,”
Surat Al-Muthaffifin 29 – 32
Imam al-Gazhali rahimahullah juga mengisyaratkan hal ini dalam kitab Ihya’ nya :
وَقَدْ يَكُونُ بِالْإِشَارَةِ وَالْإِيمَاءِ
“Kadangkala olok-olok tersebut bisa terjadi dengan isyarat ataupun bahasa tubuh”
? HUKUM MEMPEROLOK-OLOK ULAMA
Dalam permasalahan ini terdapat perincian :
? Jika yang diperolok-olok oleh seseorang dari diri seorang ulama itu adalah fisik dan pribadinya tidak terkait dengan agamanya maka ini merupakan sebuah dosa besar dan kefasikan meskipun tidak berdampak jatuh dalam kekufuran.
? Jika yang ia olok-olok dari diri seorang ulama itu pengamalan agama yang ada pada dirinya, maka ini sama hukumnya dengan memperolok-olok agama Allah, dan dapat menyebabkan jatuh kedalam kekufuran
? PENUTUP
Wajib bagi setiap muslim yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya untuk mengagungkan dan memuliakan agama Allah sebagai mana yang diperintahkan, karena hal ini termasuk bagian dari ketaqwaan dan menunjukkan adanya ketaqwaan itu didalam hati. Sedangkan orang-orang yang merendahkan dan memperolok-olok sesuatu dari agama Allah sebenarnya menunjukkan minim atau bahkan tidak adanya ketaqwaan dalam hatinya.
Allah Ta’ala berfirman :
(ذَٰلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ)
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya hal itu timbul dari ketakwaan hati”
Surat Al-Hajj 32
Kejahilan terhadap keagungan Allah dan terhadap syariat-Nya membuat seseorang bisa terjatuh kedalam Istihza’ bid din (mengolok-olok agama Allah) . Karena itu solusinya hendaklah setiap muslim berusaha mempelajari aqidah yang shahih terutama yang berkaitan dengan masalah perkara yang bisa membatalkan keislaman dan mendakwahkannya.
Billahit taufiiq wal hidayah