Akhir akhir ini muncul opini bahwa nasehat dan dakwah dengan cara SINDIRAN itu tidak bagus, menurut mereka lebih baik langsung saja kepada orangnya. Sehingga sebagian menyangka bahwa metode sindiran dalam nasehat/dakwah adalah metode yang kurang hikmah dan kurang bagus. Lalu orang yang terbiasa berhukum dengan perasaannya pun mengatakan “Saya tidak suka dengan status yang menyindir.”
Permasalahan ini sebenarnya kembali kepada maslahah yang dipandang oleh seorang yang memberikan nasehat, yakni jika ia melihat (dengan ilmu) bahwa dalam cara sindiran ada mashlahahnya, maka ia pergunakan cara ini dan jika ia melihat dengan cara terang-terangan lebih mashlahah maka ia berikan nasehat secara terang-terangan atau secara sir (berdua saja).
Namun yang jelas bahwa memberikan nasehat secara sindiran memiliki dasar dan contoh dalam sunnah, sebagaimana secara sir dan terang-terangan juga memiliki dasarnya dalam sunnah, karena itu tidak layak mengingkarinya, hanya saja perkaranya, kapan masing-masing cara itu diterapkan, maka ini dikembalikan kepada cara pandang seorang da’i atau yang memberikan nasehat tersebut yang dibangun diatas ilmu mana yang menurutnya lebih tepat.
◾ METODE NASEHAT SECARA SIR (empat mata)
Dasarnya adalah nasehat Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam kepada Ummul Mu’minin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam kasus fitnah keji lagi dusta yang dituduhkan kepada beliau, dimana Rasulullah berkata kepadanya :
( يَا عَائِشَةُ ، فَإِنَّهُ بَلَغَنِي عَنْكِ كَذَا وَكَذَا ، فَإِنْ كُنْتِ بَرِيئَةً ، فَسَيُبَرِّئُكِ اللَّهُ ، وَإِنْ كُنْتِ أَلْمَمْتِ بِذَنْبٍ ، فَاسْتَغْفِرِي اللَّهَ وَتُوبِي إِلَيْهِ ، فَإِنَّ العَبْدَ إِذَا اعْتَرَفَ بِذَنْبِهِ ، ثُمَّ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ )
“Wahai ‘Aisyah, sungguh telah sampai kepadaku berita tentang dirimu begini dan begini. Jika kamu bersih tidak bersalah pasti nanti Allah akan membersihkanmu. Namun jika kamu jatuh pada perbuatan dosa maka mohonlah ampun kepada Allah dan bertobatlah kepada-Nya karena seorang hamba bila dia mengakui telah berbuat dosa lalu bertobat maka Allah pasti akan menerima tobatnya.”
_____
Shahih Bukhari (2661), Shahih Muslim (2770)
Dalam hadits ini terdapat faedah bahwa jika menasehati seseorang agar bertaubat dari kesalahannya dimana ia malu jika diketahui oleh manusia kesalahannya tersebut, maka selayaknya dilakukan secara sir atau empat mata.
◾ METODE NASEHAT SECARA SINDIRAN
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ أَتَتْهَا بَرِيرَةُ تَسْأَلُهَا فِي كِتَابَتِهَا ، فَقَالَتْ : إِنْ شِئْتِ أَعْطَيْتُ أَهْلَكِ، وَيَكُونُ الْوَلَاءُ لِي، وَقَالَ أَهْلُهَا : إِنْ شِئْتِ أَعْطَيْتِهَا مَا بَقِيَ، وَقَالَ سُفْيَانُ مَرَّةً : إِنْ شِئْتِ أَعْتَقْتِهَا وَيَكُونُ الْوَلَاءُ لَنَا.
فَلَمَّا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَكَّرَتْهُ ذَلِكَ، فَقَالَ : ” ابْتَاعِيهَا فَأَعْتِقِيهَا ؛ فَإِنَّ الْوَلَاءَ لِمَنْ أَعْتَقَ “. ثُمَّ قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ – وَقَالَ سُفْيَانُ مَرَّةً – فَصَعِدَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ فَقَالَ : ” مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَشْتَرِطُونَ شُرُوطًا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ ؟ مَنِ اشْتَرَطَ شَرْطًا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ فَلَيْسَ لَهُ، وَإِنِ اشْتَرَطَ مِائَةَ مَرَّةٍ “.
Dari ‘Aisyah berkata bahwa Barirah datang kepadanya dan meminta tolong dalam masalah pembebasannya dirinya (sebagai budak) maka ‘Aisyah lalu berkata, “Kalau kamu mau, aku berikan tebusan kepada tuanmu dan perwalianmu milikku.” Tuannya berkata, “Kalau engkau mau, engkau bisa berikan sisanya (harga budak tersebut).” Sekali waktu Sufyan menyebutkan, “Kalau kamu mau, bebaskanlah dia dan perwalian milik kami.”
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang, Aisyah menceritakan hal itu kepada beliau. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda: “Belilah dan merdekakanlah. Sesungguhnya perwalian itu bagi orang yang memerdekakannya.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dekat mimbar, sekali waktu Sufyan menyebutkan “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam naik mimbar lalu bersabda: “Kenapa pula suatu kaum itu membuat persyaratan dengan syarat-syarat yang tidak ada pada Kitabullah…?! Barangsiapa membuat syarat yang tidak ada pada Kitabullah, maka tidak berlaku sekalipun dia membuat persyaratan seratus kali.”
________
Shahih Bukhari (456) Shahih Muslim (1504)
Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyindir pihak yang menjual budaknya untuk dimerdekakan oleh pihak pembeli yakni Ummul Mu’minin ketika mereka mensyaratkan kepada beliau agar wala’ (perwalian) untuk mereka. Maka Rasulullah membantah mereka dengan cara sindiran
مَا بَالُ أَقْوَامٍ يَشْتَرِطُونَ شُرُوطًا لَيْسَ فِي كِتَابِ اللَّهِ ؟
“Kenapa pula suatu kaum itu membuat persyaratan dengan syarat-syarat yang tidak ada pada Kitabullah..??!
Dalil yang lain :
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قَالَ اسْتَعْمَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلًا مِنْ بَنِي أَسْدٍ يُقَالُ لَهُ ابْنُ الْأُتَبِيَّةِ عَلَى صَدَقَةٍ فَلَمَّا قَدِمَ قَالَ هَذَا لَكُمْ وَهَذَا أُهْدِيَ لِي فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى الْمِنْبَرِ قَالَ سُفْيَانُ أَيْضًا فَصَعِدَ الْمِنْبَرَ فَحَمِدَ اللَّهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ ثُمَّ قَالَ مَا بَالُ الْعَامِلِ نَبْعَثُهُ فَيَأْتِي يَقُولُ هَذَا لَكَ وَهَذَا لِي فَهَلَّا جَلَسَ فِي بَيْتِ أَبِيهِ وَأُمِّهِ فَيَنْظُرُ أَيُهْدَى لَهُ أَمْ لَا وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَا يَأْتِي بِشَيْءٍ إِلَّا جَاءَ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَحْمِلُهُ عَلَى رَقَبَتِهِ إِنْ كَانَ بَعِيرًا لَهُ رُغَاءٌ أَوْ بَقَرَةً لَهَا خُوَارٌ أَوْ شَاةً تَيْعَرُ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْنَا عُفْرَتَيْ إِبْطَيْهِ أَلَا هَلْ بَلَّغْتُ ثَلَاثًا
Dari Abi Humaid assa’idi mengatakan: bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mempekerjakan seseorang dari bani Asad yang namanya Ibnul Utbiyah untuk menghimpun zakat. Lalu orang itu datang sambil mengatakan; “Ini bagimu, dan ini hadiah bagiku.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun berdiri diatas mimbar -sedang Sufyan mengatakan dengan redaksi; ‘naik ke atas mimbar-, beliau memuja dan memuji Allah kemudian bersabda : “Kenapa ada seorang amil zakat yang kami utus, lalu ia datang dengan mengatakan : “ini untukmu dan ini hadiah untukku !” Cobalah ia duduk saja di rumah ayahnya atau rumah ibunya, dan cermatilah, apakah ia menerima hadiah ataukah tidak? Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang amil zakat membawa sesuatu dari harta zakat, selain ia memikulnya pada hari kiamat diatas tengkuknya, jikalau unta, maka unta itu mendengus, dan jika sapi, ia melenguh, dan jika kambing, ia mengembik, ” kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat putih kedua ketiaknya seraya mengatakan: ” ketahuilah, bukankah telah kusampaikan?” (beliau mengulang-ulanginya tiga kali).
_________
Shahih Bukhari (6636) Shahih Muslim (1832)
Dalam hadits ini Nabi menasehati ‘amil tersebut dengan cara SINDIRAN.
◾ METODE NASEHAT SECARA TERANG-TERANGAN
Yakni kisah shahabat Khalid bin Walid yang membunuh beberapa orang dari Bani Jadzimah karena salah paham dengan ungkapan bahasa mereka, dimana beliau menyangka bahwa mereka menolak untuk menerima Islam, lalu shahabat Khalid membunuh beberapa orang diantara mereka, lalu dilaporkan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam, lalu Nabi mengangkat tangannya tinggi sambil berkata secara terang-terangan dua kali
( اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ )
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlepas diri kepada-Mu dari apa yang telah diperbuat Khalid”
______
Shahih Bukhari (4339)
Dalam hadits ini terdapat nasehat dalam bentuk pengingkaran secara terang-terangan dan terkandung dalamnya mashlahah yang lebih besar daripada nasehat secara sir atau sindiran yakni, agar nyata bagi orang lain kesalahan suatu perbuatan tersebut tanpa ada kesamaran dan agar tak ada yang menganggap bahwa Nabi menyetujui pembunuhan itu jika beliau diam, atau jika beliau tidak secara terang-terangan mengingkarinya.
Billahit Taufiiq wal Hidayah