Fiqh Ringkas Seputar Hukum Zakat Fithri

I. PENGERTIAN ZAKAT FITHRI :

صَدَقَةٌ تَجِبُ باِلْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ

Zakat yang diwajibkan karena telah berbuka (selesai berpuasa) dari bulan Ramadhan

—– (Shahih Fiqh Sunnah 2/71 )

 

II. HIKMAH ZAKAT FITHRI :

Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan untuk orang-orang miskin

—— (HASAN. HR. Abu Dawud Kitab: Az-Zakat Bab. Zakatul Fithri no. 1609, Ibnu Majah Kitab: Az-Zakat Bab Shadaqah Fithri no: 1827, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud)

 

III. HUKUM ZAKAT FITHRI

Ibnul Mundzir telah menukil adanya ijma’ ahli ilmu atas wajibnya Zakat Fitrah :

وأجمعوا على أن صدقة الفطر فرض

“Para ‘ulama mereka sepakat bahwa zakat fithri adalah wajib”

—– (Al-Ijma’ oleh Ibnu Mundzir, hal. 49).

Dasar lain kewajiban Zakat Fithri adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma  :

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَاْلأُنْثَى وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menfardhukan zakat fitri satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas budak sahaya, orang merdeka, laki-laki, wanita, kecil dan besar dari kaum muslimin dan Nabi memerintahkan untuk ditunaikan sebelum keluarnya orang-orang menuju shalat (Id).”

—— (SHAHIH. HR. Al-Bukhari, Kitab: Az-Zakat Bab: Fardhu Shadaqatil Fithri, no. 1503 dan ini lafadznya. Diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dalam Shahihnya no. 983)

 

IV. SYARAT WAJIB ZAKAT FITHRI

  1. Islam

Zakat Fithri adalah salah satu bentuk taqarrub kepada Allah karena itu orang kafir tidak termasuk dalam hal ini. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Ibnu Umar diatas bahwa zakat itu diwajibkan atas atas budak sahaya, orang merdeka, laki-laki, wanita, kecil dan besar dari kaum muslimin.

  1. Mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan Zakat Fithri

Ukuran dari mampu tersebut adalah :

أَنْ يَكُوْنَ عِنْدَهُ فَضْلٌ عَنْ قُوْتِهِ وَقُوْتِ مَنْ فِيْ نَفَقَتِهِ لَيْلَةَ الْعِيْدِ وَيَوْمَهُ

Seseorang itu mempunyai kelebihan makanan untuk dirinya dan orang yang wajib dinafkahinya pada malam ‘Id dan siangnya

——- (Shahih Fiqh Sunnah 2/72)

Orang yang tidak memenuhi persyaratan mampu sebagaimana disebutkan, maka tidak ada baginya kewajiban membayar Zakat Fithri.

Berkata Ibnu Mundzir menukil ijma’ dalam hal ini :

قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّ مَنْ لَا شئ له فلا فطرة عَلَيْهِ

وَمَنْ لَيْسَ لَدَيْهِ إِلاَّ قُوْتُ يَوْمِ الْعِيْدِ لِنَفْسِهِ وَمَنْ يَجِبُ عَلَيْهِ نَفَقَتُهُ تَسْقُطُ عَنْهُ

“ … dan orang yang tidak memiliki makanan untuk dirinya dan orang yang wajib ia nafkahi kecuali hanya untuk hari raya ‘Id maka gugur kewajiban membayar Zakat Fithri darinya..”

——- (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah : 9/370)

 

وَلاَ تَجِبُ إِلاَّ عَلىَ مَنْ وَجَدَهَا فَاضِلَةً زَائِدَةً عَمَّا يَحْتاَجُهُ مِنْ نَفَقَةِ يَوْمِ الْعِيْدِ وَلَيْلَتِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَجِدْ إِلاَّ أَقَلَّ مِنْ صَاعٍ أَخْرَجَهُ لِقَوْلِهِ تَعَالَى : { فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ } [ التغابن : 16 ] ، وَقَوْلِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : « إِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُواْ مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ » (متفق عليه) .

dan (Zakat Fithri itu) tidak wajib kecuali bagi orang yang memiliki kelebihan (makanan) dari apa yang ia butuhkan untuk nafkahnya  pada hari raya ‘Id dan malamnya, maka jika ia tidak mempunyai (kelebihan) kecuali kurang dari satu sha’, maka hanya itu zakat yang ia keluarkan, karena Allah Ta’ala berfirman :{Maka bertaqwalah kalian kepada Allah semampu kalian}[surat At-Taghabun : 16], dan karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : « Apabila aku memerintahkan kalian untuk suatu perkara, maka kerjakanlah semampu kalian » (Muttafaq ‘alaihi)

—— ( Fatwa Syaikh Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin dalam kitab Majaalisu Syahri Ramadhan)

 

V. ZAKAT FITHRI MESTI DENGAN BAHAN MAKANAN POKOK .

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata :

كُنَّا نُعْطِيْهَا فِي زَمَانِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيْبٍ

Kami memberikan zakat fitrah di zaman Nabi sebanyak 1 sha’ dari makanan, 1 sha’ kurma, 1 sha’ gandum, ataupun 1 sha’ kismis (anggur kering)’.”

——- (SHAHIH. HR. Al-Bukhari Kitabuz Zakat no. 1508 . Diriwayatkan juga oleh Muslim no. 985)

Kurma dan gandum, keju serta anggur kering adalah makanan pokok penduduk Madinah saat itu sebagaimana riwayat yang lain dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu :

كُنَّا نُخْرِجُ فِي عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ وَقَالَ أَبُو سَعِيْدٍ وَكَانَ طَعَامَنَا الشَّعِيْرُ وَالزَّبِيْبُ وَاْلأَقِطُ وَالتَّمْرُ

Kami mengeluarkannya (zakat fitrah) berupa makanan di zaman Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Idul Fitri’. Abu Sa’id mengatakan lagi: ‘Dan makanan kami saat itu adalah gandum, anggur kering, keju, dan kurma’.”

—–  (SHAHIH. HR. Al-Bukhari, Kitab Az-Zakat Bab Shadaqah Qablal Id no. 1510)

 

** Bolehkah Mengeluarkan  Zakat Fithrah Dalam Bentuk Uang ?

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal ini :

 

Pendapat pertama :

`Tidak boleh mengeluarkan dalam bentuk uang. Ini adalah pendapat Imam Malik, Asy-Syafi’i, Ahmad, dan madzhab Azh Zhohiri. Diantara alasannya adalah karena syariat telah menyebutkan apa yang mesti dikeluarkan, sehingga tidak boleh menyelisihinya. Zakat sendiri juga tidak lepas dari nilai ibadah, maka yang seperti ini bentuknya harus mengikuti perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

  • Madzhab Malikiyah

Berkata Ibnu Abdil Bar rahimahullah :

“ولا يجزأ فيها ولا في تغيرها من الزكاة القيمة عند أهل المدينة وهو الصحيح عن مالك وأكثر أصحابه”

“Tidak sah  dalam masalah (zakat fithri) ini dengan nilai dan tidak boleh mengobah jenisnya menurut pendapat ahlul Madinah dan inilah pendapat yang shahih datangnya dari Imam Malik dan mayoritas shahabat beliau”

—— Al Kafi fi Fiqh Ahlil Madinah  (1/323)

  • Madzhab Syafi’iyyah

Berkata An Nawawi rahimahullah :

“لَا تُجْزِئُ الْقِيمَةُ فِي الْفِطْرَةِ عِنْدَنَا وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ وَأَحْمَدُ وَابْنُ الْمُنْذِرِ”

“Tidak sah (pembayaran) dengan nilai dalam zakat fithrah menurut kami dan berpendapat dengan ini Malik, Ahmad dan Ibnu Mundzir”

——- Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab (6/144)

قال الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ لَا يُجْزِئُ إخْرَاجُ الْقِيمَةِ وَبِهِ قَالَ الْجُمْهُورُ

“ Berpendapat Asy Syafi’i dan para shahabatnya bahwa tidak sah mengeluarkan zakat fithri dengan nilai(uang) dan ini juga pendapat jumhur

——- Al-Majmu’ Syarh Al Muhadzdzab (6/132)

Imam An-Nawawi rahimahullah mengatakan:

اتَّفَقَتْ نُصُوصُ الشَّافِعِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ لَا يَجُوزُ إخْرَاجُ الْقِيمَةِ فِي الزَّكَاةِ

Ucapan-ucapan Asy-Syafi’i sepakat bahwa tidak boleh mengeluarkan zakat dengan nilainya (uang).”

—— (Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, 5/428)

  • Madzhab Hanabilah

Disebutkan dalam Kasysyaful Qina’ berkata Al Buhuti rahimahullah :

“(وَلَا يُجْزِئُ إخْرَاجُ الْقِيمَةِ سَوَاءٌ كَانَ حَاجَةً، أَوْ مَصْلَحَةً، أَوْ فِي الْفِطْرَةِ أَوْ لَا) ….قَالَ أَبُو دَاوُد قِيلَ لِأَحْمَدَ: أَعْطِي دَرَاهِمَ فِي صَدَقَةِ الْفِطْرِ؟ فَقَالَ: أَخَافُ أَنْ لَا يُجْزِئَ، خِلَافُ سُنَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ”

“ Tidak sah mengeluarkan zakat dalam bentuk nilai,  baik alasannya karena kebutuhan ataupun karena maslahah, baik dalam perkara zakat fithrah ataupun tidak” ….. Berkata Abu Daud : (Telah ditanyakan kepada Imam Ahmad : “ Apakah boleh saya berikan beberapa dirham untuk membayar zakat fithri ?” Maka beliau menjawab : “Saya khawatir bahwa itu tidak sah, hal itu menyelisihi sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam”

—— Kasysyaful Qina’ (2/195) juga disebutkan riwayat Imam Ahmad tersebut dalam Al-Mughni  (3/87)

Juga disebutkan dalam Al Mughni bahwa dikatakan kepada Imam Ahmad rahimahullah :

قَوْمٌ يَقُولُونَ، عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ كَانَ يَأْخُذُ بِالْقِيمَةِ

“Orang-orang (beralasan dengan) mengatakan bahwa Umar bin Abdil ‘Aziz mengambil zakat dalam bentuk nilai (uang)”

maka beliau menjawab :

“يَدَعُونَ قَوْلَ رَسُولِ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَيَقُولُونَ قَالَ فُلَانٌ، قَالَ ابْنُ عُمَرَ: فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – (زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ)- وَقَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ} [النساء: 59]

“Berarti mereka meninggalkan perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan malah berkata “telah berkata si Fulan” padahal telah berkata Ibnu ‘Umar :”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menfardhukan –(zakat fithri satu sha’ dari tamar)- dan juga Allah Ta’ala berfirman :{أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ}“Ta’atilah Allah dan ta’atilah rasul-Nya”

Kemudian berkata Imam Ibnu Qudamah rahimahullah setelah menyebutkan Riwayat ini :

وَظَاهِرُ مَذْهَبِهِ أَنَّهُ لَا يُجْزِئُهُ إخْرَاجُ الْقِيمَةِ فِي شَيْءٍ مِنْ الزَّكَوَاتِ. وَبِهِ قَالَ مَالِكٌ، وَالشَّافِعِيُّ

“Zhahir dari madzhab beliau (Imam Ahmad) bahwa tidak sah mengeluarkan zakat dengan uang dalam zakat apapun, dan berpendapat juga dengan ini Malik dan Syafi’i”

——— Al-Mughni  (3/87)

Pendapat ini pula yang dipilih oleh Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz  dalam fatawa “ Nur ‘Ala Ad Darb” , Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin  dalam “Majalisu Syahri Ramadhan”, dan Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam “ Mulakhkhash Al Fiqhi”

 

Pendapat kedua :

Yakni yang membolehkan dengan nilai uang, dan menyendiri madzhab Imam Abu Hanifah dalam hal ini menyelisihi Jumhur ‘ulama, dan pendapat ini lemah ditinjau dari beberapa sisi :

  • Seluruh dalil-dalil yang datang tentang kewajiban mengeluarkan Zakat Fithri seluruhnya menjelaskan dengan makanan pokok kaum muslimin saat itu sebagaimana hadits – hadits yang telah dijelaskan sebelumnya.
  • Tidak ada satupun riwayat bahwa para shahabat pada saat itu ada yang mengeluarkan dalam bentuk nilai uang, padahal mereka mempunyai uang dalam bentuk dinar dan dirham, dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk menggunakan nilai uang kecuali karena pemahaman mereka terhadap dalil-dalil dalam masalah ini.
  • Sesuai dengan kaedah Fiqhiyyah bahwa :

(إذا تعذر الأصل يصار إلى البدل)

Apabila ada sebab yang menghalangi dari hukum asal maka berpindah kepada hukum pengganti

Contoh :

Tayammum adalah hukum pengganti dari mandi dan wudhu, karena itu tayammum hanya boleh diamalkan apabila ada sebab yang menghalangi, seperti : tidak ditemukannya air setelah diusahakan atau sakit yang menghalangi dari terkena air, dan uzur syar’i yang lain. Demikian juga Zakat Fitrah, jika tidak ada sebab syar’i yang menghalangi dari menggunakan bahan makanan pokok, maka tidak boleh digunakan uang sebagai hukum pengganti.

  • Dan kaedah :” الأمرُ بالشيءِ نَهْيٌ عنْ ضِدِّهِ” (Perintah melakukan sesuatu terkandung dalamnya larangan dari lawannya)

Nabi memerintahkan kita untuk mengeluarkan zakat fithri dengan makanan pokok, menunjukkan terlarang jika dikeluarkan dengan selain itu.

 

VI. UKURAN ZAKAT FITRAH

Telah dijelaskan dalam hadits Ibnu Umar dan Abu Sa’id Al-Khudri sebelumnya bahwa ukuran Zakat Fitrah itu adalah satu sha’. Satu sha’ sama dengan empat mud, sedangkan satu mud adalah 1/6 kilo Mesir atau sekitar 2,157 kilogram.

—– (Shahih Fiqh Sunnah 2/75)

Namun takaran yang mendekati untuk jenis beras kualitas sedang adalah 2,33  kilogram. Pendapat lain mengatakan 3 kg, dengan demikian jika seseorang terutama dinegeri kita Indonesia membayarkan zakat fithri 2,5 kg maka telah mencukupi.

 

VII. KAPAN WAKTU UNTUK MENGELUARKAN ZAKAT FITHRAH ?

Adapun waktu wajibnya mengeluarkan Zakat Fithri menurut Syafi’iyah, Hanabilah dan satu pendapat dari Malikiyah adalah dimulai saat tenggelamnya matahari diakhir Ramadhan dan berakhir dengan dimulainya sholat ‘Id. Ini pendapat pertama. Sedangkan menurut Hanafiyah dan satu pendapat dari Malikiyah adalah dimulai saat terbitnya fajar di hari raya ‘Id dan berakhir dengan dimulainya sholat ‘Id. Ini pendapat kedua.

Maka berdasarkan pendapat pertama, siapa yang meninggal setelah terbenamnya matahari diakhir Ramadhan wajib dikeluarkan zakat fithrahnya dengan alasan ia mendapati waktu wajibnya zakat meski beberapa saat, namun tidak wajib menurut pendapat kedua kecuali ia mendapati saat terbitnya fajar dihari ‘Id.

Demikian pula jika ada anak yang lahir setelah terbenamnya matahari diakhir Ramadhan tidak wajib dikeluarkan Zakat Fithrahnya menurut pendapat pertama dengan alasan ia tidak mendapati lagi bulan Ramadhan karena Ramadhan telah berakhir dengan tenggelamnya matahari. Namun wajib dikeluarkan menurut pendapat pertama karena ia lahir sebelum terbit fajar dihari ‘Id.

—- (Lihat Shahih Fiqh Sunnah 2/75)

Adapun Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam kitab beliau Majaalisu Syahri Ramadhan memilih pendapat yang pertama, demikian pula yang difatwakan oleh Lajnah Da-imah Kerajaan Saudi Arabia :

….لاَ يُبْدَأُ وَقْتُ زكَاَةِ الْفِطْرِ مِنْ بَعْدِ صَلاَةِ الْعِيْدِ، وَإِنَّماَ يُبْدَأُ مِنْ غُرُوْبِ شَمْسِ آخِرِ يَوْمِ مِنْ رَمَضَانَ، وَهُوَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ شَوَال، وَيَنْتَهِي بِصَلاَةِ الْعِيْدِ ….

“ ….. waktu zakat fithri itu tidak dimulai sesudah sholat ‘Id, akan tetapi hanya dimulai dari tenggelamnya matahari diakhir Ramadhan, yakni pada awal malam bulan Syawal dan berakhir dengan dimulainya sholat ‘Id……“

——-(Fatwa No. 2896 Juz 9 Hal. 373)

Karena itu barangsiapa yang mempunyai kemampuan namun mengundur penunaian Zakat Fithrah sampai selesai sholat ‘Id maka ia berdosa dan wajib baginya bertaubat. Namun bukan berarti kewajiban gugur darinya, karena ia tetap wajib mengeluarkannya berdasarkan kesepakatan ‘ulama meskipun telah lewat waktunya.

——-(Lihat Shahih Fiqh Sunnah 2/76 dan juga dibahas dalam Fatwa Lajnah Da-imah No. 2896 Juz 9 Hal. 373)

 

VIII. BOLEH MENGELUARKAN ZAKAT FITHRAH MAKSIMAL 3 HARI SEBELUM ‘ID

Dasarnya adalah perbuatan Shahabat Abdullah bin ‘Umar radhiyallhu’anhuma :

كَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يُعْطِيْهَا الَّذِيْنَ يَقْبَلُوْنَهَا وَكَانُوا يُعْطُوْنَ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمٍ أَوْ يَوْمَيْنِ

Dahululu Abdullah bin Umar radhiyallhu’anhuma  memberikan zakat fitrah kepada yang menerimanya. Dan dahulu mereka (yakni para Shahabat) menunaikannya 1 atau 2 hari sebelum hari raya Id.”

— (SHAHIH. HR. Al-Bukhari Kitabuz Zakat no. 1511 – Muslim No. 986)

Imam Malik juga meriwayatkan dalam Al-Muwaththo’-nya pada Kitab Az-Zakat Bab Waqtu Irsal Zakatil Fithri (1/285/55 ) dari Nafi’ :

أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ عُمَرَ كَانَ يَبْعَثُ بِزَكَاةِ الْفِطْرِ إِلَى الَّذِي تُجْمَعُ عِنْدَهُ قَبْلَ الْفِطْرِ بِيَوْمَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ

Bahwasanya Abdullah bin Umar menyerahkan zakat fitrahnya kepada petugas yang mengumpulkan zakat, 2 atau 3 hari sebelum Idul Fitri.”

—— (Irwa`ul Ghalil karya Syekh Al-Albani (3/335) no. 846)

CATATAN

Walaupun ada yang berpendapat boleh mengeluarkan zakat fithri lebih dari 3 hari sebelum ‘Id, namun pendapat itu tidak tepat karena telah datang keterangan tentang perbuatan Shahabat sebagaimana diatas bahwa mereka para Shahabat mengeluarkan zakat fithrah maksimal 3 hari sebelum ‘Id, bukan seminggu atau dua minggu sebelum ‘Id. Wallahu war rasuluhu a’lam.

 

IX. TIDAK BOLEH MENGGUNAKAN ZAKAT FITHRAH UNTUK MEMBANGUN MASJID ATAU KEGIATAN –KEGIATAN SOSIAL

 Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan untuk orang-orang miskin

——- (HASAN. HR. Abu Dawud Kitab: Az-Zakat Bab. Zakatul Fithri no. 1609, Ibnu Majah Kitab: Az-Zakat Bab Shadaqah Fithri no: 1827, dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud)

Kalimat “طُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْن” (sebagai pemberian makan untuk orang-orang miskin) dalam hadits diatas merupakan dalil yang jelas tentang tujuan dan kegunaan zakat fithrah, yakni hanya khusus untuk fakir miskin bukan selainnya. Inilah pendapat Malikiyah, dan lain-lain dan inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Majmu’ Al-Fatawa (25/73) dan inilah pendapat yang rajih.

——- (Lihat Shahih Fiqh Sunnah 2/76)

Adapun Lajnah Da-imah Kerajaan Saudi Arabia telah memfatwakan hal ini, yakni tentang tidak bolehnya menggunakan zakat fithrah untuk pembangunan masjid atau kepentingan sosial, dan inilah cuplikan fatwanya :

… وَلَا يَجُوْزُ وَضَعَهَا فِيْ بِنَاءِ مَسْجِدِ أَوْ مَشَارِيْعِ خَيْرِيَّةِ…

“…dan tidak boleh memberikannya (zakat fithrah) untuk pembangunan masjid atau kepentingan sarana-sarana sosial…”

——- (Fatwa Lajnah Da-imah No. 6364 Juz 9 Hal. 370)

Download Fiqh Ringkas Seputar Hukum Zakat Fithri

Related Posts

Leave a Reply

× Hubungi Kami di Whatsapp